Selasa, 25 November 2008

Korban Antikomunis Mendekati 500 Ribu Jiwa

Amerika Serikat 40 Tahun Sangkal Terlibat
* Plot Adam Malik Ketua Sidang Umum PBB
JAKARTA, TRIBUN--
Runtuhnya rezim Presiden Soekarno karena keterlibatan trio Soeharto, Adam Malik, dan Sultan Hemengkubuwono IX. Hal ini dimuat dalam buku Membongkar Kegagalan CIA terjemahan dari Legacy of Ashes, the History of CIA karangan wartawan The New York Times, Tim Weiner.


Salah satunya dengan merekrut Menteri Perdagangan/ Diplomat Adam Malik menjadi agen CIA. Adam Malik dan Presiden Soekarno, saat itu, tahun 1964, terlibat perseteruan sengit. Setelah resmi direkrut perwira CIA Clyde McAvoy, Adam Malik semakin sering bertemu dengan pihak CIA dan kedutaan besar Amerika Serikat untuk Indonesia. Bersama Mayjen Soeharto, kedua belah pihak sepakat membuat perlawanan membendung laju pertumbuhan Partai Komunis Indonesia melalui gerakan politik yang disebut Kap-Gestapu.

Setelah terjalin kesepakatan, dan pertemuan antara Soeharto, Adam Malik, dan Sultan HB IX dengan duta besar Amerika serikat Marshall Green, pihak Amerika menyalurkan bantuan berupa pengedropan obtan-obatan senilai 500 ribu dolar AS kepada pihak angkatan darat untuk dijual guna mendapat dana tunai.

Dubes Green sendiri memerintahkan memberikan 14 alat komunikasi walkie-talkie yang biasa digunakan untuk komunikasi darurat di kedutaan kepada pihak Soeharto untuk media komunikasi sesama petinggi angkatan darat. Kemudian, Adam Malik mendapat uang tunai sebesar 10 ribu dolar atau setara sektiar 50 juta untuk membiayai kegiatan gerakan Kap-Gestapu.

"Kelompok aksi yang beranggotakan warga sipil tetapi dibentuk oleh militer ini masih memikul kesulitan yang diakibatkan oleh semua upaya represif yang sedang berlangsung. "Kesediaan kita untuk membantu dia dengan cara ini, menurut saya, akan membuat Malik berpikir bahwa kita setuju dengan peran yang dimainkan dalam semua kegiatan anti-PKI, dan akan memajukan hubungan kerja sama yang baik antara dia dan angkatan darat," kata Marshall Green (halaman 332).

Green menekankan, "Kemungkinan terdeteksinya atau terungkapnya dukungan kita dalam hal ini sangatlah kecil, sebagaimana setiap operasi "tas hitam" yang telah ktia lakukan." Sebuah gelombang besar kerusuhan mulai meningkat di Indonesia. Jenderal Soeharto dan gerakan Kap- Gestapu telah membunuh begitu banyak orang.

Duta Besar Green kemudian memberitahu Wakil Presiden Hubert H. Humphrey dalam sebuah pembicaraan di kantor wakil presiden di Gedung Capitol bawah "300.000 sampai 400.000 orang telah dibantai" dalam "sebuah pertumpahan darah besar-besaran. " Wakil Presiden menyebutkan bahwa dia telah mengenal Adam malik selama bertahun-tahun , dan Duta Besar memujinya sebagai "salah satu orang terpintar yang pernah dia temui."

Setelah Adam Malik dilantik sebagai Menteri Luar Negeri, dia diundang berncing-bincang selama 20 menit dengan Lyndon Baines Johnson, Presiden Amerika Serikat tahun 1963-1969 di Gedung Oval. Mereka menghabiskan pembicaraan tentang Vietnam. Pada akhir pembicaraan, Lyndon mengatakan dia punya perhatian amat besar tentang perkembangan Indonesia, dan mengirimkan salam hangat buat Soeharto.

Dengan dukungan Amerikan Serikat, Adam malik kemudian terpilih menjadi Ketua Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Duta Besar Green mengoreksi perkiraan angka kematian di Indonesia dalam sebuah rapat rahasia Komite Hubungan Luar Negeri Senat. "Saya kira, kita harus menaikkan taksiran itu brangkali mendekati angka 500.000," ujarnya dalam sebuah kesaksian yang dinyatakan deklasifikasi pada bulan maret 2007.

"Tentu saja, tidak ada orang yang tahu pasti. Kita hanya bisa menilainya berdasarkan keadaan semua desa yang telah menjdai sepi."

Lalu Ketua Komite Senator J William Fulbright dari Arkansas mengajukan pertanyaan berikut dengan sungguh-sungguh dan langsung. "Kita terlibat dalam kudeta itu?" tanyanya.
"Tidak, Pak," jawab Duta Besar Green.
"Apakah kita terlibat dalam percobaan kudeta sebelumnya?" senator kembali bertanya.
"Tidak," ujar Duta Bear. "Saya kira tidak."
"CIA tidak punya peran apa-apa dalam kudeta itu?" Fulbright bertanya lagi.
"Maksud Anda tahun 1958?" ujar Green. Dinas rahasia telah menjalankan kudeta tersebut, tentu saja, dari awal yang buruk dan ceroboh sampai akhir yang pahit.
"Saya khawatir, saya tidak bisa menjawab," ujar Duta Besar. "Saya tidak tahu pasti apa yang terjadi."

Tim Weiner meneruskan, setelah Soeharto berkuasa, lebih satu juta orang tahanan politik telah dipenjarakan. Beberapa tahanan tetap berda di dalam pernajara selma beberapa dasa warsa, beberapa lagi meninggal dalam tahanan.

Amerika Serikat telah berusaha menyangkal selama 40 thaun dengan menyatakan tidak punya hubungan apa-apa dengan pembantaian yang dilaksanakan atas nama antikomunisme di Indonesia. "Kami tidak menciptakan ombak-ombak itu," ujar Marshal Green. "Kami hanya menunggangi ombak-ombak itu ke pantai." (Persda Network/domuara damianus ambarita)

0 komentar:

 

Kritik dan Saran

email:dedy.tribun@gmail.com twitter:@dedytribun

Blogroll

Profil

Wartawan Tribun Batam sejak tahun 2006 hingga saat ini. Telepon 081990867001

Copyright © Warta Narkoba Design by BTDesigner | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger