Minggu, 03 Mei 2015

Konsepsi Dekriminalisasi Penyelahgunaan Narkotika



Oleh: Ahmad Yani B, SH , Kepala BNN Kota Tanjungpinang

   
Dekriminalisasi penyalahguna narkotika dalam konstruksi hukum positif di Indonesia  merupakan sebuah terobosan hukum dari hasil kajian hukum terhadap permasalahan narkotika yang tak kunjung usai. Dekriminalisasi penyalahguna narkotika  merupakan model penghukuman non kriminal sebagai salah satu paradigma  hukum modern yang bertujuan  menekan demand  dan sekaligus menekan supply narkotika ilegal sehingga berdampak pada penurunan prevalensi penyalah guna Narkotika.
   
Dekriminalisasi penyalahguna narkotikaberbeda dengan konsepsi dekriminalisasi " induk" yang secara baku diartikan  sebagai proses menghilangkan / menghapuskan ancaman pidana suatu perbuatan pidana yang semula dinyatakan tindak pidana  menjadi bukan tindak pidana. Oleh karena itu, dekriminalisasi penyalahguna narkotika bukan diartikan sebagai legalisasi terhadap penggunaan narkotika. Dekriminalisasi penyalahguna narkotika dapat dideskripsikan bahwa penyalahguna yang membawa, memiliki, menguasai, mengkonsumsi narkotika dalam jumlah tertentu untuk pemakaian sehari merupakan perbuatan melanggar hukum, namun apabila yang bersangkutan melakukan pelanggaran hukum tersebut diberikan hukuman pengganti berupa hukuman rehabilitasi.
                
Dalam Undang Undang No. 35 tahun 2009 tentang narkotika tidak secara eksplisit menyebutkan tentang dekriminalisasi  penyalahguna narkotika, namun nuansa dekriminalisasi penyalahguna narkotika sangat kental  dalam  konstruksi  kebijakan hukum  dan politik hukum negara sebagai mana termaktub dalam sejumlah pasal  UU No.35 THN 2009. Misalnya pasal 4 khususnya huruf (b) mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkotika dan huruf (d) Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu narkotika
    
Selain itu nuansa dekriminalisasi  penyalahguna  narkotika juga sangat kental dan relevan dengan sejumlah pasal batang tubuh UU Narkotika yang berlaku secara positif. Misalnya pasal 127 menyebutkan bahwa penyalahguna narkotika diancam dengan hukuman  pidana 4 (empat) tahun. Untuk mengetahui peranan tersangka sebagai penyalahguna atau pengedar dan untuk mengetahui  kadar ketergantungan narkotikanya  maka harus dilakukan asesment. Apabila peranannya sebagai pengguna narkotika dan dalam keadaan ketergantungan, maka tersangka dalam mempertanggungjawabkan  proses pidana tidak memenuhi syarat untuk dilakukan penahanan sebagaimana dimaksud pasal 21 KUHAP.
             
Hakim pun dalam memutuskan perkara terhadap tersangka yang terbukti sebagai  korban atau pecandu narkotika wajib memperhatikan pasal 54, 55 dan 103UU No, 35 thn 2009. Apabila tersangka terbukti bersalah maupun tidak terbukti bersalah, hakim "harus" menjatuhkan hukuman  rehabilitasi dimana masa menjalani rehabilitasi  diperhitungkan sebagai masa menjalani  hukuman ( pasal 103. ayat 2 ) . Sebagaimana disebutkan dalam pasal 54 UU No  35 tahun 2009  bahwa pecandu narkotika  dan korban penyalahguna Narkotika  wajib menjalani rehabilitasi  medis dan rehabilitasi sosial. Selain itu dalam pasal 55 UU No 35 tahun 2009 disebutkan bahwa orang tua atau wali pecandu narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan untuk mendapatkan rehabilitasi, sedangkan pecandu narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan dirinya untuk mendapatkan rehabilitasi. Pecandu narkotika yang sudah mengikuti wajib lapor tidak dituntut pidana ( Pasal  128 )
               
Semenjak Indonesia mengadopsi Konvensi Internasional tentang Narkotika tahun 1961 yang selanjutnya disahkan dengan UU No. 8 tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Narkotika 1961 dan Protokol yang mengubahnya dan dijadikan dasar penyusunan UU No. 9 thn 1976 tentang Narkotika, sejatinya Indonesia telah mendekriminalisasi penyalahguna narkotika  dengan adanya ketentuan  penghukuman alternatif. Masa menjalani  rehabilitasi diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman dan memberikan kewenangan  kepada hakim untuk menghukum perkara pecandu narkotika dengan hukuman rehabilitasi kepada tersangka yang terbukti bersalah maupun tidak terbukti bersalah ( Pasal 33 UU No. 9 tahun 1976)
             
Penyalahguna narkotika merupakan pelaku kejahatan yang sekaligus menjadi korban  kejahatan narkotika  yang bersifat adiktif dan membutuhkan perlakuan khusus, yakni rehabilitasi . Perlakuan khusus ini untuk  mengembalikan  mereka agar  pulih menjadi warga negara yang mampu berperan  dalam kehidupan  berbangsa dan bernegara. Konstruksi hukum  UU nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika  yang menganut double track system  pemidanaan  dimana penyalahguna  narkotika dapat dihukum  rehabilitasi  sebagai alternatif  hukuman penjara seperti ini, membutuhkan integritas dan profesionalitas penegak hukum  khususnya penyidik  narkotika sebagai penentu langkah awal  jalannya penanganan penyalahguna narkotika sebagaimana politik hukum negara.
             
Konsepsi dekriminalisasi penyalahguna narkotika yang berupaya lebih mendekatkan penyalahguna narkotika terhadap akses rehabilitasi  diharapkan dapat memulihkan mereka yang telah terlanjur  menjadi penyalahguna sehingga mereka tidak akan terbebani dengan kerugian sosial maupun ekonomi  serta masa depan mereka  dapat terselamatkan menjadi lebih baik. Hal tersebut juga akan berdampak  pada menurunnya  permintaan atau kebutuhan narkotika  sehingga bisnis narkotika  cenderung menjadi bisnis yang tidak menarik dan tidak laku.
            
Dampak sesungguhnya yang diinginkan dari pelaksanaan dekriminalisasi penyalahguna narkotika adalah munculnya keinginan masyarakat yang sudah terlanjur mengkonsumsi narkotika  untuk menyembuhkan diri  secara sukarela  atau mandiri dan memenuhi kewajibannya  sebagaimana diatur dalam UU nomor 35 tahun 2009  untuk melaporkan diri secara sukarela ke Institusi penerima wajib lapor (IPWL) supaya mendapatkan perawatan dan tidak dituntut  pidana ( Pasal 128). Harapan ini sesungguhnya sejalan dengan roh UU  nomor 35. Tahun 2009  yang bertujuan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika serta menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial bagi penyalahguna narkotika. Selain itu juga sejalan  dengan arahan  Presiden Republik Indonesia pada  acara rapat koordinasi nasional Gerakan Nasional penanganan ancaman Narkoba dalam rangka mewujudkan Indonesia emas 2045. (diambil dari advetorial yang diterbitkan di media Tribun Batam Group)

0 komentar:

 

Kritik dan Saran

email:dedy.tribun@gmail.com twitter:@dedytribun

Blogroll

Profil

Wartawan Tribun Batam sejak tahun 2006 hingga saat ini. Telepon 081990867001

Copyright © Warta Narkoba Design by BTDesigner | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger